Senin, 19 April 2010

KONTRAK KERJASAMA KONSINYASI DISTRIBUTION OUTLET (DISTRO) DENGAN SUPPLIER

Dewasa Indonesia saat ini mengalami perkembangan dan stabilitas yang sangat pesat dalam bidang fashion mode, teknologi dan seni desain. Percampuran faktor-faktor fundamental budaya barat dan budaya timur yang kuat memungkinkan budaya Indonesia dapat berkembang secara baik, juga karena adanya partisipasi dari segala kemajemukan aspek budaya yang ada di Indonesia. Kemajemukan budaya tersebut tidak terlepas dengan adanya kreasi dan kreatifitas anak bangsa dalam hal fashion mode, teknologi dan seni desain. Salah satu bentuk kreasi dan kreatifitas dari anak bangsa adalah dalam hal fashion design company yang merupakan wadah positifis dalam penumpahan ide dan emosi yang labil dalam jiwa anak muda berawal dari pemikiran anak muda yang terbentuk dalam komunitas–komunitas yang mempunyai visi dalam hal olahraga, seni desain, musik dan banyak lagi komunitas–komunitas yang positis sebagai wadah anak muda mengaprisiasikan emosi dan bakat yang terpendam dalam diri mereka.

Kontribusi yang bisa diberikan oleh desainer-desainer muda berbakat yang erat kaitannya dalam hal ini adalah dalam bentuk karya-karya yang merupakan salah satu sarana dalam bergaul dalam hal berpakaian, peralatan olahraga, pernak-pernik tekhnologi yang dalam hal ini mempunyai kandungan nilai ekonomis yang mempunyai pangsa pasar anak muda yang tergabung dalam komunitas-komunitas untuk mendapatkan kebutuhan mereka dalam hal fashion mode, teknologi dan seni desain. Karena kontribusi yang besar dari mereka maka mereka berpikir untuk memproduksi dan membuat usaha di bidang konveksi dan yang lainnya. Pemikiran positif mereka menghasilkan usaha yang sangatlah menguntungkan dan juga mendapat respon yang besar khususnya oleh anak muda yang senang akan tren musik, fashion, dan juga desain grafis.

Muncul pemikiran dari para anak-anak muda tersebut setelah memproduksi maka mereka berfikir untuk membuat tempat memasarkan hasil kreatifitas mereka yang merupakan kebutuhan untuk memenuhi fashion gaya hidup mereka, maka mereka membuatlah perusahaan–perusahaan konveksi yang mendesain dan memproduksi pakaian serta pernak-perniknya yang biasa dipakai oleh anak–anak muda sekarang ini. Pada awalnya ini hanya usaha yang biasa dan tidak berpikir untuk menjadikan bisnis yang besar, dengan bertambahnya tingkat konsumtif masyarakat maka banyak peminatnya dan mempunyai konsumen yang sangat konsumtif dan mempunyai pangsa pasar yang menjadi besar pula, sehingga bisnis ini menjadi bisnis yang sangatlah menguntungkan, maka banyak peminatnya untuk menjalankan bisnis ini. Dari hasil pemikiran tersebut maka hadirlah distro, sebagai tempat untuk mendistribusikan dan memasarkan dan untuk menjualkan karya mereka, yang pada awalnya mereka berpikir untuk memproduksi barang–barang tersebut, setelah memproduksi mereka berpikir untuk memasarkan dan untuk menjualkannya. Untuk itulah distro itu ada sebagai tempat untuk mendistribusikan, memasarkan dan untuk menjualkan produk–produk yang supplier produksi, agar dapat dipasarkan di segala tempat tidak hanya dalam 1 (satu) kota tetapi juga dapat dipasarkan di seluruh Indonesia dan bahkan juga ada yang sampai keluar negeri.

Distro adalah kependekan dari Distribution Outlet yang mempunyai makna sebagai tempat mendistribusi barang dan juga menjualkan barang yang diproduksi oleh supplier mereka, barang–barang yang dijual disana dahulunya hanya sekitar pakaian dan pernak- perniknya, tetapi saat ini menjadi lebih luas lagi dikarenakan semakin besarnya daya beli konsumen yang konsumtif, maka hal ini dapat menjadikan bisnis yang menjanjikan dan dapat menghasilkan keutungan yang sangat besar.

Suppliernya adalah perusahaan konveksi dengan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) usaha kecil yang biasa disebut dengan Clothing Company, yang sampai saat ini menjadi bisnis yang besar dan juga menghasilkan keuntungan yang besar pula. Sehingga dari sini banyak bermunculan perusahaan–perusahaan konveksi baru sebagai supplier untuk distro yang bersaing untuk mencari konsumen, dan juga usaha ini semakin besar dan luas yang mereka produksi bukan hanya pakaian dan pernak–perniknya, tetapi juga memproduksi hal–hal yang berbau tehnologi. Mereka memproduksinya secara besar–besaran tetapi tetap menjaga ke “eksklusifannya”. Barang yang mereka produksi benar–benar dibuat ”limited edition” dibuat terbatas hanya beberapa saja tidak lebih dari dua puluh empat potong setiap desainnya dan hanya dipasarkan melalui distro.

Sekitar 10 (sepuluh) tahun terakhir, pola ini diterapkan oleh distro–distro dengan perusahaan suppliernya di Indonesia dengan berlandaskan pada kontrak kerjasama konsinyasi. Muncuulnya distro diawali di Bandung sebagai kota pelopor usaha ini dan sampai sekarang banyak bermunculan di kota–kota lainnya. Sampai saat ini produsen–produsen clothing company terbesar dari kota Bandung dan saling bersaing untuk mendapatkan konsumen, oleh karena itu mereka mendistribusikan barang–barang mereka di setiap distro–distro kota kecil maupun kota besar di Indonesia umtuk memperbesar pasar mereka. Salah satunya adalah distro House of Rotten Apple yang beralamat di Jalan Arif Rahman Hakim 38 Surabaya. Distro ini dalam menjalin kerja sama dengan suppliernya diikat dalam kontrak kerjasama konsinyasi.

Dapat diketahui di sini bahwa kontrak kerjasama konsinyasi merupakan kontrak yang dilakukan oleh pihak supplier sebagai pemilik barang dan pihak distro yang sebagai pihak yang menyediakan tempat untuk mendistribusikan dan tempat untuk menjual barang–barang yang diperjanjikan dalam kontrak kerjasamaKonsinyasi. Kontrak kerjasama Konsinyasi distro dengan supplier mempunyai kesamaan nama dengan konsinyasi dalam KUH Perdata yaitu Pasal 1404, tetapi mempunyai makna yang berbeda. Dalam KUH Perdata, konsinyasi dijelaskan secara gamblang dan jelas sangat berbeda dengan definisi dalam kontrak kerjasama Konsinyasi antara distro dengan supplier.

Konsinyasi dalam KUH Perdata menjelaskan, bahwa penitipan yang dilakukan di kantor panitera pengadilan negeri dalam hal tata cara pembayaran yang dilakukan oleh debitur, dikarenakan kreditur tidak mau menerima pembayaran debitur. Penolakan kreditur menerima pembayaran oleh debitur tersebut, ada kalanya bermotif mencari keuntungan yang lebih besar. sesuai Pasal 1404 KUH Perdata. Adapun isi dari pasal 1404 tersebut adalah : Jika si berpiutang menolak pembayaran, maka si berhutang dapat melakukan penawaran pembayaran tunai apa yang diutangkannya, dan, jika si berpiutang menolaknya, menitipkan uang atau barangnya kepada pengadilan. Penawaran yang sedemikian, diikuti dengan penitipan, membebaskan si berhutang, dan berlaku baginya sebagai pembayaran, asal penawaran itu telah dilakukan dengan cara menurut undang – undang ; sedangkan apa yang dititipkan secara itu tetap atas tanggungan si berpiutang.

Dalam di atas, jika kreditur menolak pembayaran debitur, maka debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai apa yang diutangkannya dan jika kreditur menolaknya, maka debitur menitipkan uang atau barangnya kepada pengadilan, dalam praktek penyusunan permohonan konsinyasi, maka debitur menjadi penggugat dan kreditur menjadi tergugat.

Pengertian konsinyasi yang ada di dalam KUH Perdata berbeda dengan kontrak kerjasama konsinyasi distro dengan supplier, konsinyasi dalam KUH Perdata dengan konsinyasi kontrak kerjasama supplier dengan distro mempunyai kesamaan nama namun mempunyai makna yang berbeda. Kontrak kerjasama konsinyasi distro dengan supplier adalah merupakan suatu bentuk manifestasi baru perjanjian penitipan, jual beli, distributor dan keagenan supplier memproduksi barang menjualkannya dan mendistribusikan melalui distro tersebut, hal ini merupakan suatu langkah penyimpangan terhadap buku III KUH Perdata yang pada dasarnya bersifat aanvullend recht atau hukum pelengkap, yang sifatnya mengatur. Dari pengertian kontrak kerjasama konsinyasi antara distro dengan supplier yang mengadopsi penyimpangan pengertian dalam KUH Perdata maka perjanjian tersebut merupakan perjanjian tidak bernama. Kontrak kerjasama konsinyasi antara distro dengan supplier ini disebut Kontrak tidak bernama karena kontrak kerjasama kosinyasi yang dimaksud walupun dalam prakteknya sudah umum digunakan akan tetapi pengertian di dalamnya berbeda dengan yang dimaksud dengan konsinyasi dalam KUH Perdata. Konsinyasi menurut kontrak kerjasama ini terdapat beberapa karakteristik perjanjian yaitu perjanjian penitipan, perjanjian jual beli, perjanjian keagenan dan perjanjian ditributor, maka perjanjian konsinyasi antara distro dengan supplier tidak diatur secara khusus didalam KUH Perdata, tetapi terdapat didalam masyarakat dan lahirnya perjanjian ini berdasarkan asas kebebasan mengadakan perjanjian atau partij otonomi yang berlaku didalam hukum perjanjian. Dalam kontrak kerjasama ini supplier sebagai produsen menitipkan barang atau produk kepada distro untuk dijualkan, dengan ketentuan setiap barang yang telah terjual, jumlah uang hasil penjualann barang tersebut disetor kepada si pemilik(si penitip barang) dikurangi komisi yang telah disepakati. Jadi dalam hal ini kontrak kerja sama konsinyasi antara distro dengan supplier terdapat hanya dua pihak yang ada di dalam perjanjian tersebutyaitu : supplier yang dalam hal ini sebagai produksi dan penyuplai barang sebagai pihak pertama, dan distro sebagai tempat penjualan dan tempat mendistribusikan barang sebagai pihak yang ke dua, dan dikecualikan apabila diperjanjikan lain dan diatur secara tegas dalam kontrak kerjasama Konsinyasi antara distro dengan supplier, tentang keberadaan dari pihak lain, dari adanya aturan-aturan tersebut maka hak dan kewajiban dari para pembuat kontrak kerjasama konsinyasi yaitu distro dengan supplier yang mengembangkan sistem ini akan lebih tertata dan terbentuk kepastian hukumnya.

Bentuk kerjasama yang dapat dituangkan dalam sebuah kontrak kerjasama konsinyasiyang dalam hal ini erat keterkaitannya, dari adanya aturan-aturan tersebut maka hak dan kewajiban dari para Supplier dan distro-distro yang mengembangkan sistem ini akan lebih terakomodir kepastian hukumnya. Bentuk kerjasama dapat dituangkan dalam sebuah kontrak kerjasama yang dimana dalam distro sebagai tempat distribusi dan penjualan dan supplier sebagai penyuplai barang hal ini adalah eraat keterkaitannya dengan kontrak kerjasama Konsinyasi yang di keluarkan oleh distro dengan supplier. Perjanjian kerjasama merupakan jenis perjanjian yang banyak digunakan dalam praktek kegiatan komersil, tidak ada ketentuan khusus yang mengatur tentang perjanjian kerjasama. Jenis perjanjian ini lahir dan berkembang dalam praktek bisnis, landasan hukum terutama bertumpu pada prinsip kebebasan berkontrak.

0 komentar:

Posting Komentar